Sunday, May 23, 2010

Kartun Muhammad: Ilusi Kebebasan Bereskpresi

22 Mei 2010

Lomba nggambar sketsa Nabi Muhammad saw. lewat media facebook adalah bentuk rasisme Barat terhadap Dunia Islam. Pengetahuan Barat akan Islam masih dibungkus prasangka-prasangka, dari dulu sampai sekarang. Barat itu kayak anak-anak TK, juga dari dulu sampai sekarang. Sekarang mereka lomba nggambar, besok apa lagi? Lomba mewarnai?

Wong orang-orang Eropa dan Amerika baru gemar “belajar mengaji” (buka jurusan “Islamic Studies” di universitas-universitas) setelah tahun 1973, lha kok mereka sok tahu. Mereka terpaksa berkenalan dengan Islam setelah Pangeran Faisal dari Arab Saudi mengembargo pasokan minyak ke Barat karena Amerika dan Eropa terus-terusan mengirim bantuan militer ke Israel saat perang Yom Kippur, 1973. Embargo tersebut meruntuhkan pasar saham di Barat, karena harga minyak tiba-tiba melonjak sangat tajam. Ekonomi hancur, mirip saat Great Depression tahun 30an. Untung Pangeran Faisal segera dibunuh, jadi keadaan bisa stabil kembali.

Barat dan pengikutnya, yang ketakutan setengah mati akan kematian, tidak dipungkiri juga takut setengah mati pada Islam, yang mendambakan kehidupan kekal setelah kematian. Bagi Barat, dunia materi adalah satu-satunya eksistensi yang kredibel, bisa dipertanggung jawabkan. Kebalikannya, Islam memandang dunia materi tidak lebih dari sekedar bayangan maya, ilusi. Oleh karena itu, walaupun mereka buka 100 jurusan Islamic Studies, dan menunjuk kajur-kajurnya, ya tetap gak bakalan ketemu, susah untuk bisa paham, apalagi sampai bisa ketemu nabi Khidir.

Lewat media, seakan-akan mereka bisa bebas berekspresi dan berpendapat. Padahal bebas berekspresi dan berpendapat itu ya nggak ada. Kalau kebebasan berekspresi itu ada, media malah yang tidak ada.

Berikut kutipan Chomsky saat mengomentari munculnya karikatur Muhammad di media Denmark pada tahun 2006 lalu:

“Nggak ada itu hubungannya dengan kebebasan pers, atau kebebasan berekspresi. Ya itu hanya rasisme, seperti biasa, yang dibungkus dengan embel-embel kebebasan berekspresi. Kalau Jilandposten berhak memasang kartun Muhammad dengan alasan kebebasan berekspresi, maka New York Times juga berhak untuk mempublikasikan kartun Anti-Semitis pada halaman depannya. Lha wong beberapa minggu lalu saja si Jilandposten nggak berani memasang kartun Yesus, karena takut menimbulkan kemarahan publik, lha kok sekarang malah masang kartun Muhammad.

“Orang Eropa itu nggak paham tentang kebebasan pers dan berekspresi. Bahkan kebebasan berpendapat tidak dijamin. Kemarin contohnya, PM Tony Blair mengusulkan sebuah undang-undang yang melarang warganya memuja terorisme. Saat salah seorang imam muslim dipenjara di Inggris dengan tuduhan ‘memuja terorisme,’ koran Guardian buru-buru mengeluarkan editorial yang isinya mendukung rencana Tony Blair tersebut, dengan alasan bahwa seiap orang tidak boleh menyebarkan kebencian dan mendukung tindakan kekerasan.

“Kalau UU tersebut dilegalkan, hampir seluruh media di Inggris pasti akan tutup. Apakah mereka menebarkan kebencian? So pasti. Apakah mereka mendukung perang Irak? Ya. Itu artinya mereka menyebarkan kebencian dan mendukung tindak kekerasan.

“Sebenarnya mereka itu gak peduli dengan kebebasan berpendapat. Yang mereka tahu adalah bagaimana menggunakan institusi kekuasaan untuk mematikan pendapat-pendapat yang tidak mereka sukai. Bahkan Stalin pun pasti setuju.” (http://www.chomsky.info/interviews/200606--.htm)

Media adalah ilusi dari kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kebebasan perpendapat dan bereskpresi adalah ilusi dari demokrasi. Padahal ilusi itu fatamorgana.