Tuesday, December 9, 2008

Obama dan penjahat-penjahat di pemerintahanya

Oleh Hidayat dari enunggling.multiply.com

Oleh Hidayat

Selesai 8 Desember 2008

Obama lagi Obama lagi. Biar tidak lupa. Biasanya setelah senang-senang terus lupa. Setelah senang-senang dengan Obama, terus lupa nagih janjinya beliau. Ada tulisan yang sangat menarik dari Chris Hedges[1] berjudul “America the Illiterate” (www.informationclearinghouse.info/21239.htm ), alias Amerika si “buta huruf”, yang memaparkan betapa rakyat Amerika (dan dunia) sekarang terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang “melek huruf” dan yang “tidak.” Perbedaan ini melampaui sekedar perbedaan ras, agama, dan warna kulit. Mereka yang “melek huruf”, alias literate, yang tentu saja minoritas, berkutat di dunia yang berbasis tulisan (alias gemar membaca), yang dapat mencerna informasi dari teks, yang mampu berhubungan dengan kompleksitas fenomena dunia dan mempunyai alat intelektual untuk memisahkan mana yang ilusi dan mana yang kebenaran. Yang illiterate, alias “buta huruf” (baca: bisa tapi tidak mau membaca), yaitu mayoritas kita, hidup di dunia yang berbasis pada non-realitas, yang bergantung pada citra-citra yang dimanipulasi sebagai informasi. Mereka tidak bisa membedakan mana realitas dana mana ilusi.

Nah, apa hubunganya dengan Obama? Kampanye politik saat ini dibangun untuk menciptakan “empowerment”, alias penguat emosional yang tidak memerlukan ketrampilan pikiran kritis, kata Hedges. Nah ini lebih diminati banyak orang karena tidak harus berpikir untuk memilih sesuatu. Si “buta huruf” tadi lebih memilih ilusi-ilusi yang menyenangkan, lewat semboyan-semboyan kosong seperti “Change we can believe in”, “maverick”, “war on terror”, “support our troops”, “bersama kita bisa” dan lain-lain. Semboyan dan citra-citra menarik hati itu langsung mengena ke emosi kita bukan ke pikiran kita. Coba pikir saja, apa artinya, nanti pasti malah bingung sendiri. Nah dalam kasus ini yang paling berhasil memang Obama yang berjanji akan merubah segalanya. Sayang sekali itu cuma omong kosong. Mari kita lihat apa yang akan “dirubah” Obama.

Pertama kita lihat sudut pandang Obama tentang beberapa isu global yang sebenarnya tidak beda sama sekali dari pandangannya Bush, malah ada yang lebih parah (diambil dari artikel Jeremy Scahill, lihat footnote 2 atau end note):

- Obama akan memfokuskan pada peningkatan kekuatan untuk berperang di Afghanistan. Ia bahkan akan menambah pasukan si Afghanistan.

- Rencana di Irak yang akan tetap menempatkan pasukan Amerika sampai batas waktu yang tidak jelas

- Obama menyebut Pasukan Garda Revolusioner Iran sebagai “organisasi teroris”

- Dia juga berjanji akan menyerang Pakistan jika perlu untuk melumpuhkan Al Qaeda walau tanpa persetujuan Pakistan sendiri (invasi lagi)

- Posisi Obama di hadapan AIPAC (organisasi Israel lobby paling kuat di AS) untuk tidak membagi Jerusalem, atau menghadiahkan Jerusalem untuk Israel (lihat tulisan saya tentang AIPAC di www.enunggling.multiply.com atau www.altermedianet.blogspot.com serta footnotes nya)

- Obama berjanji untuk mensupport Israel tanpa syarat—mengabaikan bencana humanitarian di Gaza yang sekarang sedang terjadi. Israel telah dua minggu (dari tanggal 24 November 2008) menutup seluruh akses ke Gaza, termasuk bantuan pangan PBB dan minyak dari Uni Eropa, dan bahkan menolak utusan khusus Paus Benedictus untuk warga Katholik Gaza yang juga tidak diijinkan untuk melakukan misa hari Minggu (lihat berita di www.altermedianet.blogspot.com). Warga Gaza yang 50% lebih adalah anak berusia 15 tahun ke bawah sekarang ditolak hak-hak dasarnya. Dan si presiden Hitam ini diam saja, pura-pura tidak tahu, sebagaimana semua media mainstream di dunia, termasuk Kompas dan kawan-kawan[2] yang cari aman dengan berlunak-lunak, seakan-akan semua orang bodoh.

- Rencana Obama untuk melanjutkan “perang melawan obat bius” yang sudah dilakukan Bush, yang sebenarnya hanya alasan untuk mengintervensi negara-negara Amerika Latin terutama untuk menumbangkan pemerintahan Evo Morales di Bolivia saat ini.

- Setujunya Obama pada Bush untuk mensubsidi perusahaan-perusahaan raksasa Amerika sejumlah 700 miliar dolar untuk “mengatasi” krisis ekonomi (lihat artikel saya “Presiden Obama ‘Anak Menteng’ yang sama gilanya dengan pendahulunya” di www.altermedianet.blogspot.com )

- Obama akan meningkatkan anggaran militer Amerika yang sekarang saja sudah tidak bisa dilampaui negara manapun

Dari situ saja sudah kelihatan kalau Obama memang tidak menjanjikan perubahan yang signifikan. Dan ini sangat mengherankan. Memang ia berencana menutup penjara Guantanamo, yang memang sudah kelewatan memalukan rekornya. Tapi kebijakan luar negerinya secara umum akan tetap dikuasai lobi-lobi Israel, alias tidak akan terjadi apa-apa secara signifikan dalam isu-isu penting global.

Kemudian kedua, dilihat dari pejabat-pejabat yang akan duduk di cabinet dan pembantu-pembantu Obama saja sudah bisa di pastikan kalau kebijakan (luar negeri) Obama akan sama saja dengan Bush dkk. Kita lihat siapa yang ada didalamnya[3]:

  1. Joe Biden

Joe Biden adalah wakil AIPAC di pemerintahan Obama yang akan memiliki peran paling kuat dalam mempengaruhi kebijakan Obama karena ia adalah wakil presiden Obama. Dia pernah menghalangi dua pejabat PBB untuk urusan inspeksi senjata untuk bersaksi didepan juri untuk memutuskan apakah Amerika akan menyerang Irak atau tidak di tahun 2003. Mereka berdua adalah Scott Ritter mantan kepala United Nations Weapons Inspector, dan Hans von Sponeck, mantan veteran yang mengurusi program PBB untuk Irak. Scahill menyatakan bahwa mereka berdua adalah orang yang paling tahu tentang persenjataan Irak, yang akhirnya menyimpulkan kalau Irak tidak memiliki program nuklir dan senjata pemusnah massal, seperti sekarang juga tidak terbukti. Bahkan von Sponeck menulis di Op-Ed News di tahun 2002 yang menyatakan kalau baik Departemen Pertahanan Amerika dan CIA tahu benar kalau Irak bukanlah sebuah ancaman.

Justru Bidenlah yang ngotot saat itu kalau perang Irak adalah sebuah kesimpulan. Biden juga setia terhadap Israel dengan mengaku sebagai seorang Zionis di Shalom TV Israel (lihat tulisan sebelumnya tentang Obama di www.altermedianet.blogspot.com dan www.enunggling.multiply.com )

2. Rahm Emmanuel.

Dia telah ditunjuk Obama menjadi Chief Of Staff (Kepala Staf) pemerintahan nanti. Rahm Emmanuel juga seorang pro-Israel sejati seperti Biden. Dia memiliki dua kewarganegaraan, Israel dan Amerika dan “born-Zionist) atau terlahir Zionis. Ia menjadi sukarelawan untuk membantu militer Israel saat Perang Teluk 1991. Dia juga mantan penasehat Clinton dan satu-satunya anggota konggres dari Partai Demokrat Illinois yang setuju dengan perang Irak. Dia juga mengusulkan untuk menambah lagi 100.000 pasukan Amerika dan berinisiatif untuk mengadakan wajib militer bagi warga AS yang berumur 18-25 tahun. Dia juga seorang inisiator kebijakan perdagangan bebas Clinton (NAFTA) yang sempat dikritik Obama.

Ayahnya seorang rasis sejati. Ketika Benjamin Emmanuel diwawancarai koran Israel Ma’ariv (www.informationclearinghouse.info/21298.htm)

, tentang apakan anaknya, Rahm, akan mempengaruhi Obama untuk pro-Israel, dia menjawab dengan pasti:

“Obviously he’ll influence the president to be pro-Israel…. What is he, an Arab? He’s not going to be mopping floors at the White House[4].”

“Tentu saja anak saya akan mempengaruhi Obama untuk pro-Israel…. Memangnya anda pikir dia [Rahm] siapa, orang Arab? Dia tidak akan menjadi pengepel lantai di Gedung Putih.” Dia merendahkan bangsa Arab sebagai sebagai pengepel lantai di Gedung Putih. Hebat.

Bagaimana bila dibalik. “Memangnya anda pikir dia siapa, orang Yahudi?” atau “orang Meksiko?”, pasti akan terjadi hysteria dimana-mana karena tidak wajar untuk merendahkan Yahudi, Meksiko atau yang lainya kecuali Arab[5]. Bapaknya saja menggambarkan betapa Rahm sangat pro-Israel.

3. Hillary Clinton

Hillary resmi dipilih sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Obama nanti (NY Times, 21 November 2008). Dia juga orang dalam AIPAC yang rekor pro-Israelnya susah dilampaui. Hillary adalah pendukung utama perang ekonomi dan militer Bill Clinton terhadap Irak akhir tahun 90an. Ketika kampanye lalu ia sempat mengeluarkan pernyataan radikal yang berbunyi “Saya ingin warga Iran tahu, jika saya menjadi presiden saya akan menyerang Iran.” Dia juga mengancam kalau Iran menuklir Israel, Hillary “would be able to totally obliterate them” alias akan benar-benar memusnahkan seluruh Iran, menjadi tempat sampah nuklir. Ia juga mendukung invasi Amerika ke Irak di tahun 2003.

4. Madeleine Albright

Dari sejumlah mantan pejabat dalam pemerintahan Clinton (mantan Mentri Luar Negeri Warren Christopher, Menteri Pertahanan William Perry, dan Greg Craig yang dirunjuk sebagai penasehat Gedung Putih Obama), Madeleine Albright adalah yang paling berpengaruh (status quonya). Ia adalah mantan menlu dan dubes untuk PBB di masa Clinton yang menurut Schahill akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan luar negerinya. Buktinya, walau ia belum ditunjuk menempati posisi resmi, ia telah mewakili Obama dalam pertemuan G-20 kemarin.

Albright adalah otak dari terpecahnya Yugoslavia dan perang Kosovo selama pemerintahan Clinton. Ia memaksa Yugoslavia menandatangani pakta Rambouillet Accord yang membebaskan tentara NATO dan Amerika untuk mengakses SEMUA fasilitas penting Yugoslavia (termasuk transportasi) tanpa perlu membayar, dan memaksa Yugoslavia untuk memberikan kekebalan hukum terhadap semua pasukan NATO dan Amerika tersebut.

Tentu saja Yugoslavia menolak menandatanganinya (karena Yugoslavia masih punya martabat, bagaimana bila Indonesia yang dipaksa ya?). Hasilnya Clinto dan Albright membom Serbia, target utamanya tentu saja infrastruktur sipil (sekolah, rumah sakit, dll) dan Albrigh berkata “mereka perlu sedikit dibom” (klasik sekali: agar tidak kelihatan berperang, Amerika membom fasilitas sipil, sehingga korbannya tidak bisa dihitung karena efek nya tidak langsung terlihat. Amerika dan Israel memang jenius).

Kejeniusan Albright dan Clinton berlanjut ketika ia mensupport perang ekonomi terhadap Irak, yang menurut Lesley Stahl dalam acara “60 Minutes,” telah menewaskan “lebih dari setengah juta anak-anak Irak, lebih dari yang tewas di Hiroshima.” Lalu apa respon Albright? Ia berkata “memang pilihan yang berat, tapi setidaknya harganya sebanding yang kita dapat” www.informationclearinghouse.info/article21279.htm (perang ekonomi Clinton ini jarang di gubris di media, tapi telah menjadi beberapa buku karangan Chomsky. Hebat Amerika, mereka berperang tanpa seorangpun perlu tahu berapa korban di Irak, yang menurut analisa Chomsky lebih dari 1 juta jiwa. Belum ditambah perang Iraknya Bush yang telah menewaskan 1,3 juta jiwa sejak 2003, lihat halaman depan ICH untuk up-date korban perang Irak: www.informationclearinghouse.info ).

5. Richard Holbrooke

Nah ini ada hubungannya dengan Indonesia. Walau belum biberi jabatan resmi, tapi pengaruh Holbrooke terhadap kebijakan luar negeri Obama akan sangat besar. Ia adalah mantan pejabat Clinton untuk PBB. Rekornya yangpaling menawan adalah ia memberikan bantuan (dana dan militer) dan menyetujui pembantaian warga Timor Timur oleh pasukan Indonesia di tahun 70an. Saat itu ia adalah asisten menteri luar negeri pemerintahan Carter.

Menurut Brad Simpson, directur dari The Indonesia and East Timor Documentation Project, Holbrooke dan Zbigniew Brzezinski (penulis, sejarawan pemerintah dan penasehat Obama lainya) adalah dua petinggi penting Partai Demokrat yang menghalangi kongresional aktivis perdamaian dunia untuk mencegah invasi Indonesia ke Timor Timur. Malahan, mereka berdua memuluskan bantuan sejata ke Indonesia untuk membantai warga Timor Timur saat itu.

Rekor Holbrooke lainya adalah ia adalah pemain penting dalam penghancuran Yogoslavia. Ia memuji pemboman terhadap Serb Television yang menewaskan 16 wartawan. (yang memberikan perintah pemboman tersebut, Jenderal Wesley Clark, juga salah satu advisor Obama saat ini, yang kemungkinan besar akan mendapat kursi di cabinet). Ia juga supporter perang Irak dengan memuji pidato Collin Powell (yang sangat buruk dan tidak berdasar fakta) tentang betapa berbahayanya Saddam Hussein, si setan Arab yang ingin memusnahkan Amerika (dengan batu???).

6. Dennis Ross

Ross adalah utusan khusus untuk masalah Timur Tengah pemerintahan Bush saai ini dan juga pemerintahan Clinton. Ia adalah arsitek dan penulis pidato Obama didepan AIPAC musim panas lalu (yang menyatakan bahwa Obama adalah supporter Israel tanpa syarat dan ingin menghadiahkan Jerusalem untuk Israel sebagai ibukota baru, lih: www.enunggling.multiply.com tentang AIPAC dan Obama). Ia juga seorang supporter Israel sejati, bahkan julukanya adalah “Israel’s Lawyer” karena dinama-mana cinta dan setuju apapun yang dilakukan Israel. Ia adalah jembatan segala kebijakan luar negeri Amerika ke Israel. Seluruh kebijakan luar negeri Timur Tengah Amerika harus melewati sensor Israel lewat Ross. Ia bahkan bekerja untuk FOX News yang selalu pro perang Irak, dan juga di Washington Institute for Near East Policy, sebuah organisasi intelektual penggagas kebijakan pro-Israel. Ia juga bersikap keras terhadap Iran.

7. Martin Indyk

Kalau Indyk ini malah pendirinya Washington Institute for Near East Policy tadi. Ia telah lama menjadi pejabat AIPAC serta sebagai Duta Besar untuk Israel di masa Clinton, serta Asistem Menteri Luar Negeri Untuk Urusan Timur-Tengah. Dia juga telah lama bekerja untuk pemerintah Israel juga. Ali Abunimah, pendiri ElectronicInifada.net dalam mengatakand pada Amy Goodman, penyiar Democracy Now, bahwa Obama telah masuk dalam lingkaran penjabat-pejabat garis-keras yang paling pro-Israel, dan mengatakan kalau Ross dan Indyk adalah dua dari pejabat yang paling pro-Israel yang juga paling tidak dipercaya di Timur Tengah karena keterlaluan pro-Israelnya[6].

8. Anthony Lake

Lake adalah manatan National Security Advisor masa Clinton yang sangat pro-Obama. Ia dengan Henry Kissinger (pejabat militer dan mantan dewan komisaris Freeport) bekerja dalam "September Group” yang melancarkan pembantaian terhadap warga Vietnam Utara saat perang Vietnam. Ia juga pejabat Clinton yang paling depan ketika membombardir Haiti untuk menggulingkan pemerintahan dan memaksakan IMF dan Bank Dunia masuk ke Haiti yang akhirnya menjadi bencana kemanusiaan yang terkenal (Chomsky telah membahas tentang Haiti di banyak bukunya termasuk di Hegemony or Survival).

9. Lee Hamilton

Kalau Hamilton ini agak netral. Ia adalah mantan kepala House Foreign Affairs Committee wakil dari Iraq Study Group dan 9/11 Commission, (yang hasil investigasinya dengan James Baker menyimpulkan bahwa Irak tidak punya senjata pemusnah massal, sepenuhnya diabaikan oleh Bush. Googling saja: “Baker-Hamilton Proposal”).

10. Susan Rice

Mantan Asisten Menteri Luar Negeri dan pejabat Dewan Keamanan Nasionalnya Clinton. Kemungkinan besar akan ditunjuk Obama sebagai duta besar untuk PBB. Pro perang Irak dan setuju dengan rencana Amerika dan NATO untuk menyerang Sudan karena krisis Darfur.

11. John Brennan

Pejabat yang lama berkerja untuk CIA dan mantan kepala National Counterterrorism Center. Brennan adalah salah satu coordinator untuk transisi badan intelijen ke kendali Obama. Ia pendukung metode penyiksaan sebagai teknik interogasi dan pendukung imunitas badan telekomunikasi untuk memata-matai seluruh pengguna telekomunikasi. Program Clinton tentang penculikan dan penyiksaan sepenuhnya bisa dibenarkan, kata Brennan. Ia sekarang pemimpin perusahaan intelijen swasta Analysis Corporation.

12. Robert Gates (bukti Obama adalah pembohong!)

Robert Gates adalah Menteri Pertahanan Bush saat ini, yang sekarang oleh Obama dipilih kembali menjadi bagian dari pemerintahan baru, menduduki jabatan yang sama. Disini, seperti diutarakan banyak analis, terlihat betapa tidak ada bedanya antara Demokrat dan Republikan. Dalam pemerintahan Bush saat ini, Gates dipilih menjadi menteri Pertahanan menggantikan Donald Rumsfeld karena alasan krusial. Rumsfeld mengusulkan untuk keluar dari Irak, sehingga Bush harus memecatnya. Penunjukan kembali Gates oleh Obama sangatlah mengherankan. Kontras dengan semboyan kosong Obama “Change we can believe in.” Penunjukan tersebut juga mengindikasikan kalau Amerika tidak akan segera cabut dari Irak.

Gates memiliki rekor luar biasa dalam politik internasional. Dalam pemerintahan Bush I, ia adalah kepala CIA yang terlibat dalam invasi Amerika ke Panama, terlibat dalam pembiayaan rezim Guatemala untuk meng-genocide rakyatnya. Ia juga supporter utama rezim brutal Suharto, serta terlibat dalam penggulingan pemerintahan demokratis Jean-Bertrand Aristide di Haiti. Dan tentu saja ia adalah supporter sejati perang Irak. Ia juga arsitek Perang Teluk 1991.

Tidak hanya itu saja, dibawah Gates, Amerika memodernisasi senjata nuklir mereka (artinya memproduksi senjata baru).

Sangat aneh, mengapa kebohongan Obama sangat mudah dicerna, walaupun dengan semangat, ia saat kampanye menjanjikan akan menarik pasukan dari Irak, akan melucuti senjata nukllir, dll. Seperti diutarakan oleh Matthew Rothschild di The Progressive, 1 Desember 2008 lalu, Obama memilih untuk tidak merubah kebijakan luar negerinya. Hanya bedanya dengan Bush, Obama tidak terlalu agresif, namun lebih efektif.

Bahkan menurut E. J. Dionne di Wahington Post, terpilihnya Obama menjadi presiden berarti menjual kebijakan luar negeri Bush saat ini ke presiden Bush I, karena taktiknya sama seperti Bush I (http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/11/27/AR2008112702048.html?hpid%3Dopinionsbox1&sub=AR )

Sedangkan, seperti dikemukakan Pul Craig Roberts[7] (ICH, 5 Desember 2008), bagaimana Obama, yang saat kampanye gembar-gembor soal perubahan, bisa-bisanya menunjuk “wanita paling arogan di dunia” (Hillary Clinton) sebagai Mentri Luar Negerinya? Dan pemerintahan Obama nanti bisa-bisanya dikelilingi para Likudniks, alias para pejabat pro partai Likud Israel yang terkenal radikal?

Bagi semua yang mengharapkan perubahan dari Obama, siap-siap saja menelan kekecewaan!

--tentang Gates lihat: “With Gates, Obama Opts fro Empire” di www.informationclearinghouse.info/article21362.htm atau di http://www.progressive.org/mag/wx112608.html )

Untuk selengkapnya tentang pejabat-pejabat (penjahat-penjahat) dalam pemerintahan baru Obama lihat: “This is Change? 20 Hawks, Clintonites and Neocons to Watch for in Obama's White House” oleh Jeremy Scahill di www.informationclearinghouse.info/article21279.htm

Juga artikel terbaru Ralph Nader (Capres independen Amerika 2008) di www.informationclearinghouse.info/21297.htm atau kompilasi lengkap Matt Gonzalez (cawapresnya Nader) tentang para pembantu Obama di http://www.counterpunch.org/gonzalez10292008.html



[2] Tentang bencana kemanusiaan Gaza yang sekarang sedang terjadi, lihat: Joe Mowrey “Deprivation and Desperation in Gazawww.informationclearinghouse.info/21308.html

[3] Untuk lebih lengkap tentang para pembantu Obama di pemerintahanya, yang ternyata didominasi orang-orang lama terutama dari permerintahan Clinton, lihat artikel Jeremy Scahill di www.informationclearinghouse.info/21279.htm yang diambil dari AlterNet. Juga artikel terbaru Ralph Nader di www.informationclearinghouse.info/21297.htm atau kompilasi lengkap Matt Gonzalez (cawapresnya Nader) tentang para pembantu Obama di http://www.counterpunch.org/gonzalez10292008.html

[4] Lih: Paul J. Balles, “Rahm Emanuel’s Israeli Gate” di www.informationclearinghouse.info/21298.htm

[5] Toleransi terhadap rasisme pada bangsa Arab ini dibangun di barat lewat film-film Hollywood sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Di artikel yang sama disebutkan riset Prof. Jack Shaheen tentang rasisme dalam ribuan film produksi Hollywood. Hasilnya: 12 film memberi gambaran positif terhadap Arab, 52 netral, dan 900an menyudutkan bangsa Arab. Lih: Paul J. Balles, “Rahm Emanuel’s Israeli Gate” di www.informationclearinghouse.info/21298.htm

Tuesday, November 25, 2008

ARTIKEL PENTING: The Third Clinton Administration by: Ralph Nader

Artikel terbaru Ralph Nader (capres independen Amerika 2008, yang tidak laku di media karena sangat progresif) tentang pemerintahan Obama nanti yang didominasi pejabat-pejabat Bill Clinton dulu. Sangat disayangkan, kebijakan luar negeri Obama akan sama saja dengan Bush.

Dari Counterpunch, selengkapnya: http://www.counterpunch.org/nader11212008.html

America the Illiterate By Chris Hedges

"America the Illiterate". Artikes jenius tentang pemisahan kelompok manusia menjadi dua: melek huruf, dan tidak. Pemisahan ini melebihi dari sekedar perbedaan agama, ras dan warna kulit.
Si literate hidup dalam dunia teks, sedangkan si illiterate hidup dalam dunia citra-citra yang dimanipulasi menjadi "informasi." Penting karena kampanye politik biasanya mengarah pada si illiterate, Obama juga.

Dari TruthDig, lihat di: http://www.informationclearinghouse.info/article21239.htm

Thursday, November 20, 2008

Presiden Obama, "Anak Menteng" yang Sama Gilanya dengan Pendahulunya

Oleh: Hidayat

Indonesia terhipnotis oleh “pesona” Obama? Mungkin. Akhir-akhir ini media kita meliput secara membabi-buta pemilihan presiden Amerika, yang mereka sebut sebagai “pesta demokrasi.” Kayaknya TV One yang paling ngotot. Mereka bahkan mengirim reporternya untuk meliput langsung dan memberikan siaran langsung tiap hari—wow entah berapa duit yang dikeluarkan grup Bakrie ini. Media lain tak kalah seru membombardir masyarakat kita dengan berita pemilu AS. Istilah-istilah yang sering muncul seputar Obama di media kita kira-kira: “Anak Menteng merubah dunia”, “Obama mengukir sejarah”, “presiden kulit hitam pertama”, “Hebatnya demokrasi Amerika” dll. Kritik terhadap Obama, si “Pope of Hope” ini, hampir nihil.

Wacana-wacana rasial sering sekali jadi bahan omongan media, kulit hitam lah, Afro-Amerika lah, dll. Tapi yang sering (dan pasti) dilupakan adalah kebijakannya. Jarang sekali media kita berani mengulas atau “berspekulasi” menganalisa kebijakan Obama dan Mc Cain jika mereka jadi presiden. Padahal jika ngomong masalah kebijakan, pada dasarnya mereka berdua sama saja. Memang itulah pintarnya media mainstream, mereka menyensor berita dan analisa agar tidak melenceng dari aturan penguasa dan dunia bisnis (korporasi). Bahkan mereka berhasil menipu masyarakat kalau dalam pemilu AS saat ini, kandidat presidennya cuma dua. Padahal ada empat, Obama, Mc Cain, Ralph Nader (Non Party), dan Cynthia Mc. Kinney (Green Party). Karena yang punya duit untuk membayar media cuma Obama dan Mc Cain, jadinya ya Cuma mereka yang muncul (catatan: Ralph Nader mendapat 1% suara di pemilu ini, saja jujur bersimpati dengan Ralph Nader karena kebijakannya sangat progresif, itulah mengapa ia tidak laku di media).

Kritik terhadap si manusia “Yes We Can” ini (yang tidak muncul di media mainstream) telah banyak diberitakan di media-media alternatif semacam Informationclearinghouse.info, Democracynow.org, dll, termasuk enunggling.multiply.com (hehe..). Banyak skeptisisme muncul seputar pemilu AS ini dari banyak kalangan. Akan saya berikan sedikit ulasan tentang kebijakan Obama (yang sudah terlanjur terpilih), yang jarang diketahui orang, karena dibombardir oleh media mainstream (media besar).

Pertama masalah ekonomi. Obama setuju dengan Bush dan dedengkot neo liberal lainya di Republikan untuk mengucurkan dana 700 miliar dolar (bail out), atau 700.000 miliar rupiah, guna “mensubsidi” bank-bank besar yang akan ambruk karena krisis ekonomi. Sejauh ini perusahaan asuransi AIG menerima dana paling besar, 40 miliar dolar (Reuters, 13 Nov. 08). Disini saja sudah bisa dilihat kalau, seperti kata Noam Chomsky, Demokrat dan Republikan sebenarnya sama saja, bedanya cuma masalah moral yang tidak penting, seperti aborsi, gay, dll. Saat ekonomi Amerika terpuruk karena ulah spekulan-spekulan “resmi” di Wall Street, justru kaum kaya raya dan dunia perbankan yang diuntungkan, karena mereka selalu dapat prioritas utama dari subsidi pemerintah (yang ujungnya dari pajak rakyat juga), dengan catatan mengurangi subsidi sosial untuk rakyat (kesehatan, pendidikan dll.[1]). Ketika kaum kaya mendapat subsidi dan terjaga asset kekayaannya, Obama malah bicara (dalam salah satu pidatonya), kalau “We have to tighten our belts,” dan “We have to sacrifice” alias kita harus berkorban dan mengencangkan sabuk kita, alias, seperti kata Mbah Maridjan, harus prihatin. Rakyat kecil memang harus prihatin, sedangkan “rakyat besar” disubsidi terus menerus agar tetap besar. Kayak di Indonesia saja… (Shamus Cooke, “Obama and the Crisis of Expectation”, informationclearinghouse.info, 13 November 2008).

Kemudian kebijakan politik luar negerinya. Nah ini yang paling disingkiri oleh media, karena kalau masyarakat tahu, bisa geger. Politik luar negeri Obama tak se radikal semboyannya, “Change.” Malah Obama terbilang gila. Obama berjanji didepan kongres AIPAC (America-Israel Public Affairs Committee), sebuah organisasi Israel Lobby terkuat di Amerika, kalau Obama akan menghadiahkan Jerusalem sebagai ibukota baru Israel kalau ia terpilih jadi presiden (silakan buka siaran Democracy Now [democracynow.org] dari 9 Juli 2008 – 15 Juli 2008, atau silakan klik saja di google). Gila!!![2] Kontan dunia Muslim dan warga Palestina marah besar sehingga Obama harus “memperlunak” omongannya (ini benar-benar tidak diberitakan di media mainstream kita, walaupun media minstream dunia memberitakanya, semacam Reuters, Deuthsche Welle, China Post, dll. sekitar tanggal 13 Juli 2008).

Maklum, pendonor Obama kebanyakan dari kalangan Yahudi kaya di Amerika, plus Warren Buffet dan George Soros. AIPAC yang telah membajak kebijakan luar negei Amerika selama ini adalah pensupport terbesar Obama (lihat film documenter setengah jam berjudul “Israel Lobby” di informationclearinghouse.info). Hillary adalah salah satu pejabat AIPAC. Konflik Israel-Palestine yang, oleh John Pilger disebut sebagai “ketidak adilan yang membuat dunia Muslim benci terhadap Amerika, dan penyebab munculnya jihadisme,” bukanlah prioritas utama Obama (John Pilger, www.Informationclearinghouse.info , 12 Nov. 08). Padahal inti dari segala konflik dunia ada di Israel-Palestine. Negara Palestina adalah sebuah mimpi belaka?

Lalu yang mengherankan lagi (tapi tidak ada di media) adalah penunjukan Joseph Biden sebagai wapres nya Obama. Biden adalah dedengkot AIPAC! Ia adalah orang dalam AIPAC. Betapa berhasilnya Israel lobby di Amerika (tentang AIPAC lihat tulisan saya di enunggling.multiply.com). Dalam interview nya di stasiun TV Israel, Shalom TV, ia malah mengaku sebagai seorang Zionis sejati. Penunjukan Biden sebagai wakil presiden mewakili kepentingan Israel dan Warga Yahudi Amerika yang takut apabila Obama jika jadi presiden tidak mengakomodasi kepentingan Israel. Selain itu, penunjukan Biden juga sangat taktis, yaitu mempersempit jurang rasial antara kulit putih dan kulit hitam. Bahkan bagi warga Amerika seandiri, sulit dipercaya kalau Israel mempunyai lobby yang sangat kuat di pemerintahan Amerika, sampai-sampai dalam pemilu. Bahkan ketika pemerintahan Clinton, ketua AIPAC harus mengundurkan diri lantaran ketahuan publik sedang melobi Clinton dalam penunjukan Menteri Luar Negerinya (Susan Abulhawa, “Biden and Israel”, www.Counterpunch.org , 18 September 2008).

Kemudian yang terbaru dan sangat mengagetkan, adalah penunjukan anggota Konggres, Rahm Emmanuel sebagai “chief of staff” dalam pemerintahan Obama. Rahm Emmanuel adalam seorang veteran berkewarganegaraan Israel yang jadi anggota Kongres Amerika. Editorial Arab News (Jeddah) malah memperingatkan “Far from challenging Israel, the new team may turn out to be as pro-Israel as the one it is replacing.” Alias, bukannya meminimalisir pengaruh Israel di Gedung Putih, pemerintahan Obama malah semakin pro-Israel. Muncul prediksi-prediksi juga kalau Hillary bakalan ditunjuk sebagai menteri luar negerinya Obama (untuk analisa tentang rekor Amerika plus Israel dalam memveto resolusi PBB tentang berbagai isu, lihat tulisan saya di enuggling.multiply.com).

Saya mendapati analisa menarik oleh John V. Whitbeck di Counterpunch.org, yang mengatakan bahwa terpilihnya Obama menjadi presiden Amerika sekarang bukan tanpa pertimbangan. Oleh Amerika, Obama bisa menjadi “pelipur lara” (baca: penipu) bagi Dunia Muslim karena pencitraan Obama yang “bersahabat” dengan Dunia Muslim, sehingga citra Amerika akan kembali baik. Itulah mengapa Obama menjadi hysteria dimana-mana dan ia menerima donor terbesar dalam sejarah pemilu amerika, terutama dari orang terkaya di Amerika, Warren Buffet. Donor yang diterima Obama jauh lebih nayak dari yang diterima Mc Cain (John V. Whitbeck, “Obama, Emmanuel and Israel”, www.Counterpunch.org , 7 Nov. 2008—counterpunch.org adalah salah satu situs media alternatif yang besar di Amerika, yang mengumpulkan analisa-analisa dari penulis dan analis politk terkemuka, semacam Chomsky, John Pilger, Howard Zinn, dll.).

Ktitik menarik diutarakan Ralph Nader saat diwawancarai Fox News (http://www.youtube.com/watch?v=ibsP6XN2dIo) ketika ia mengatakan setelah Obama terpilih, Obama bisa saja menjadi Uncle Sam bagi rakyat Amerika atau Uncle Tom bagi korporasi-korporasi raksasa. Pernyataan Nader ini menjadi bulan-bulanan Fox News, dan si pewawancara langsung mencap Nader sebagai seorang rasis. Nader disudutkan seakan-akan ia adalah seorang rasis dengan menyebut Obama sebaga “Uncle Tom.” Sedikit catatan, saat masa perbudakan Amerika sebelum tahun 60an, orang-orang kaya kulit putih memiliki seorang pembantu kulit hitam (mandor galak) untuk mengawasi budak-budak kulit hitam. Dan si mandor kulit hitam yang menghamba pada majikan kulit putih tadi disebut sebagai “Uncle Tom.” Dalam kasus Nader, ia tetap bersikukuh, Obama bisa saja menjadi Uncle Sam alias pelindung warga Amerika dengan mengakomodasi kepentingan rakyat, tapi juga bisa menjadi “Uncle Tom” bagi korporasi besar. Maksudnya ia bisa menjadi boomerang bagi warga kulit hitam sendiri, karena seperti kita lihat, supporter Obama adalah korporat-korporat besar semacam Warren Buffet. Jangan-jangan ia memang dipersiapkan untuk menjadi “Uncle Tom”? Fox News adalah media paling konservativ di Amerika milik Rupert Murdoch yang jaringanya sangat luas. Fox memang hobi menyudutkan segala pihak yang anti-kebijakan Bush dengan caci maki dan ucapan-ucapan yang tidak rasional lainya. Nah kalau Fox News saja yang sangat konservatif sudah membela Obama, berarti ada yang tidak beres. Dam memang benar, Obama tidak jauh beda dengan yang lainya atau siapa saja termasuk Bush. Perbedaanya Cuma dalam masalah-masalah yang sifatnya kosmetik saja. (untuk ulasan tentang Fox News lihat film documenter “OUTFOXED” di www.informationclearinghouse.info).

Untuk mengalihkan perhatian dari isu Israel-Palestina, kebijakan luar negei Obama difokuskan ke perang Afghanistan (bukan perang Irak). Amerika ingin menyelamatkan siri dari Afghanistan yang sekarang semakintidak karuan jadinya. Obama juga sepakat dengan Bush untuk menyerang Pakistan, walau tanpa persetujuan Pakistan sendiri, untuk melumpuhkan Al Qaeda. Perang Afghanistan sekarang memang sedang kacau-kacaunya (sekali lagi ini luput dari perhatian media kita—yang cuma ngekor dari media lain di luar negeri). Sedangkan dalam isu perang Irak, Obama pintar bersilat lidah. Ia menyebut perang Irak sebagai “mistake” bukan “wrong.”

Nah beberapa isu penting diatas, disamping isu lainnya yang tidak mungkin terkover dalam tulisan ini, adalah isu-isu yang luput (alias diluputkan) dari perhatian publik oleh media. Yang dibahas sekarang oleh media adalah kebijakan Obama untuk mengatasi krisis ekonomi saja, yang sebenarnya, kebijakannya juga tidak meyakinkan, seperti tercermin dari sepakatnya Obama dengan Bush untuk mendanai bankir-bankir nakal agar bank mereka tidak ambruk. Padahal Mikhail Khazin, ekonom progresif Russia, telah mewanti-wanti kalau ekonomi Amerika akan segera runtuh, tinggal menghitung hari. Dia di tahun 2000 telah memprediksi kehancuran ekonomi Amerika, sebagai rentetan krisis ekonomi yang melanda Russia tahun 1998. Bail out hanyalah sebuah nafas buatan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir katanya, dalam sebuah interview nya di media Russia, Komsomolskaya Pravda (www.kp.ru ), 10 November 2008. Singkatnya, akan terjadi krisis ekonomi yang serupa dengan “Great Depression” di tahun 1930an, apapun yang akan diperbuat Obama.

Obama memang mengukir sejarah sebagai presiden hitam Amerika pertama, namun pesonanya seharusnya tidak menghalangi kita untuk berpikir kritis (bahkan skeptis) terhadapnya. Obama menjual dirinya untuk jadi presiden. Ia dulu waktu masih pertama kali mencalonkan diri, mengatakan kalau warga Palestina adalah bangsa yang paling menderita, tapi sekarang setelah terpilih, ya dia sama saja dengan para pendahulunya, Bush, Clinton, Bush senior, Reagan, dll.

Semoga tulisan ini menjadi wacana baru, counter hegemony dari wacana yang dibuat-buat oleh media mainstream. Berikut saya sertakan situs-situs media alternatif terpercaya yang dapat menjadi penambah khasanah kita tentang isu-isu dunia dan media itu sendiri:

- www.informationclearinghouse.info

- www.counterpunch.org

- www.antiwar.com

- www.democracynow.org

- www.mediachannel.org

- www.znet.org

- www.johnpilger.com (situs resmi John Pilger)

- www.chomsky.info (situs resmi Chomsky)

- www.alternet.org

- Atau list lengkapnya ada di www.informationclearinghouse.info

Ó Hidayat, 15 November 2008

Penulis mengaku sebagai seorang Anarcho-Individualist, suka wacana tentang media-propaganda. Sekarang sedang “berusaha” membangun situs media alternatif nya sendiri.

Bisa di kontak di muhamadhidayat(at)hotmail.com atau www.enunggling.multiply.com

Atau 0813 921 07 848



[1] Catatan: Amerika adalah negara maju satu-satunya yang tidak punya “National Health Coverage” alias asuransi kesehatan nasional yang dibayarkan pemerintah. Namun sistem kesehatan Amerika, yang sekarang terpuruk, dikuasai oleh perusahaan2 asuransi swasta. Katanya “This is uniquely American”. ??

Lihat film terbarunya Michael Moore, “Sicko.”

[2] Catatan: Jerusalem saai ini adalah kota internasional karena menjadi kota suci tiga agama. Bahkan Bush saja mengakuinya. Obama malah tidak.

Bom-boman pesawat dan “Kejahatan terburuk dalam sejarah manusia” dan peran media

Hidayat, 23 Oktober 2008

(secuil untuk karya besar)

Ternyata Wikiquote ada gunanya juga, setelah lama saya underestimate. Semakin membaca Chomsky, semakin gak habis-habis kagetnya. Ada saja yang baru. Termasuk cerita berikut ini. Sedikit ngomong sejarah boleh lah.

1 September 1983, Uni Soviet menembak jatuh pesawat komersial Korea Selatan, KAL 007, dan menewaskan 269 jiwa. Histeria terjadi dimana-mana, terutama di Amerika. Kejahatan luar biasa (dan memang benar). Bayangkan anda naik pesawat, tau-tau ditembak jatuh. Gila. Media berkata: “Russia adalah penjahat terburuk sepanjang sejarah manusia”, “Barbar”, “Monster”. Anggap saja ini benar. Penembak pesawat penumpang apa bukan monster?

Amerika tentu saja “tidak terima.” Ia merespon dengan membombardir Nikaragua dan meningkatkan sistem pertahanannya. Wall Street juga heboh, karena belum pernah ada dalam sejarah, harga saham perusahaan pertahanan menjadi sangat mahal. Singkatnya, terjadi euphoria sebagai respon atas tindakan Soviet yang gila itu. Media berperan penting dalam hal ini.

Sebagaimana yang diperkirakan Chomsky, media selalu saja pintar dalam menggiring massa yang bodoh ke sudut pandang tertentu (yang merasa dan ngaku pintar pun tetep saja bodoh). Selalu ada hal-hal dan fakta objektif yang disembunyikan (saya sekarang tidak takut mengatakan objektifitas. Silakan gak terima). Tak terkecuali mengenai kasus ditembaknya pesawat Korea oleh Soviet[1]. Pertanyaan-pertanyaan lama-lama muncul ke permukaan. Tidak sedikit orang-orang yang curiga dan berntaya kalau ada yang salah. Dan setelah pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, isu ini sudah hilang dengan sendirinya, tak ada euphoria lagi, karena semua orang sudah tahu apa latar belakangnya. Lalu apa latar belakangnya?

Pertanyaan yang muncul saat itu adalah, ngapain pesawat komersial Korea terbang di area sensitive kawasan udara Russia[2]. Jawaban singkatnya tentu saja tidak mungkin ada pesawat komersial berani nyasar sampai wilayah udara Rusia. Kenapa pesawat jet Amerika yang dipasang di sekitar wilayah tersebut tidak memberi sinyal pada pesawat Korea itu untuk menjauh, sekiranya pesawat komersial itu memang kesasar? Jawabanya, memang pesawat-pesawat tempur Amerika tidak memberikan sinyal[3]. Jadi apakah pesawat KAL 007 tersebut “dibiarkan” lewat daerah terlarang? Sulit membayangkan kecanggihan teknologi navigasi barat bisa error sefatal itu. Kemungkinan besar memang dibelokkan arahnya, bukan dengan sendirinya nyasar. Jadi setelah semua orang tahu kalau motif ditembak jatuhnya pesawat Korea itu adalah bukan semata-mata kesalahan navigasi (alias memang sengaja agar ditembak), isu ini redam dan hilang dalam wacana publik Amerika.

Nah sekarang beralih ke isu-isu serupa yang sebenarnya sangat penting, tapi di-luputkan oleh media. Sekarang kita lihat beberapa bom-boman pesawat lainya yang tak jadi hysteria namun lenyap dan normal-normal saja, berapapun korbannya. Contoh pertama adalah ditembak jatuhnya pesawat jet komersial sipil Angola oleh UNITA, organisasi paramiliter di Angola yang disupport oleh Amerika dan Afrika Selatan, sekitar bulan-bulan akhir tahun 1983. Pemboman itu menewaskan 126 warga sipil. Kejadian itu hanya mendapat 100 kata di harian New York Times. Lalu beberapa waktu kemudian (Februari 1984), UNITA kembali menembak jatuh jet sipil. Tak ada yang sempat menghitung korbannya, dan sama sekali tak masuk media Amerika (media utama panutan media-media lainya di dunia, dan di Indonesia). Tapi karena Amerika adalah supporter UNITA, jadi ya itu biasa-biasa saja, tidak ada yang kaget, solider, histeris dan sebagainya. Kesampingkan karena korbanya berkulit hitam.

Contoh lagi, Oktober 1976, dan ini isu yang penting dan sempat mengemuka di belahan bumi non-barat, adalah dibomnya (bukan ditembak) pesawat komersial Cubana Airlines milik Cuba yang menewaskan 79 orang, termasuk seorang atlet Cuba peraih medali emas kejuaraan anggar Olimpiade. Si pengebom yang menempatkan bom di pesawat itu adalah agen CIA, yang setelah kejadian itu masih terus bertugas di CIA, ngebom lain-lainya (namanya saya lupa, tapi dia jadi terkenal). Dan ini juga ditoleransi. Biasa-biasa saja. Tidak ada yang heran. Namun masih menjadi permasalahan bagi Cuba sampai saat ini (2008).

Contoh lagi ke belakang, Februari 1973, Israel menembak jatuh pesawat jet komersial (kayaknya milik Mesir) cuma dua menit setelah meninggalkan Kairo, dan menewaskan 110 orang. Pesawat itu ditembak jatuh Israel di gurun Sinai saat terjadi badai gurun. Apalagi kasus ini, jelas tidak dipermasalahkan, apalagi histeris; dan lenyap begitu saja, seperti tidak ada apa-apa. “No confusion, no ambiguity” kata Chomsky. Israel gitu loh, gak usah dikasih alasan panjang lebar pasti sudah tahu sendiri. Sekutu utama[4]. Kata New York Times, Israel mengaku bertanggung jawab dan membayar kompensasi. Standar ini berlaku di seluruh media di dunia. Namun apa yang sebenarnya terjadi? Israel tidak bertanggung jawab, apalagi mbayar kompensasi. Israel hanya setuju memberikan ex-gratia compensation, semacam bantuan kemanusiaan yang sangat murah, dan itupun yang mbayar Amerika. Israel menolak membayar kompensasi karena berimplikasi pada pertanggung jawaban. Gengsi dong. Udah nembak pesawat orang kok tanggung jawab! Media malah berkata, kurang lebih, “Tidak ada gunanya lagi sekarang untuk saling menyalahkan [Israel].”

Agak ke belakang lagi, tahun 1955, Air India yang membawa delegasi Cina untuk Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dibom, banyak orang meninggal. Di dalamnya termasuk menewaskan semua delegasi Cina yang akan berangkat ke KAA di Bandung tersebut. Dan siapa yang membom pesawat komersial itu? Tak lain adalah seorang agen CIA yang di kemudian hari mengaku. Tujuan pemboman itu adalah untuk membunuh pemimpin Cina, Zhou Enlai (Chou Enlai) yang seharusnya berada dalam pesawat itu bersama delegasi Cina lainya, namun karena sesuatu hal, ia tidak jadi ikut naik bersama dalam rombongan Cina yang akhirnya tewas semua bersama penumpang sipil lainya itu (entah siapa yang rela menghitung korban-korban semacam itu)[5].

Lalu jika kita tarik benang merah dari cerita diatas, “kejahatan terburuk sepanjang sejarah manusia” lalu milik siapa? Amerika, Israel atau Russia atau yang lain? Ya milik mereka semua. Gak usah dibandingkan, toh faktanya ada di depan mata (terutama kalau mata kita sering berada di depan internet), kalau mereka semua lah yang pantas disebut barbar, tidak pilih kasih.

Nah contoh-contoh lain silakan dicari sendiri. Yang terpenting disini adalah peran media yang tidak cawe-cawe masalah ini semua, artinya, masalah yang menyangkut kebijakan Amerika. Kalau diulas, biasanya faktanya dibelokkan atau di falsifikasi, seperti dalam kasus Israel. Chomsky hanya menemukan satu media di Amerika yang mengulas secara adil (saya sekarang tidak takut bicara “adil” “objektif” dll. Silakan tidak terima) tentang kasus Israel tersebut, yaitu LA Times. Yang lain, gak masuk meja redaksi sama sekali, atau paling banter “Tidak ada gunanya lagi sekarang untuk saling menyalahkan.”

Dan disini, kata Chomsky (sebagaimana ia ulas dalam banyak sekali karyanya, yang tidak digubris orang) adalah betapa pentingnya peran media dan betapa berhasilnya propaganda media. Butuh suatu kultur totalitarian dalam masyarakat untuk membiarkan fakta-fakta objektif tentang kejahatan-kejahatan Amerika dan Israel terlewatkan begitu saja, kata Chomsky.

Sungguh suatu pencapaian propaganda yang sangat luar biasa sehingga setiap orang mampu menyensor dirinya sendiri untuk tidak menggubris fakta-fakta objektif kejahatan Amerika dan Israel yang ada di depan mata mereka sendiri. Bahkan sekali klik di Google bakal muncul jutaan entry. Tapi terlewat begitu saja dari pemahaman dan pemikiran. Kata Chomsky, ini benar-benar pencapaian sukses media dan propaganda, yang belum pernah ada dalam sejarah manusia: bagaimana bisa sehingga setiap orang mampu menyensor dirinya sendiri. Dengan kata lain, untuk tidak bertanya tentang isu-isu tersebut, tidak mempelajari, tidak mau menengok, takut dsb (bahkan, jika mau melihat fakta tersebut, saking mudahnya dan didepan mata kita, seorang berumur 11 tahun pun bisa menjelaskanya dalam dua menit, dan dalam waktu yang sama, anak kecil tersebut meruntuhkan sistem itu). Hebat. Dan ini berlaku di dalam segala sistem, termasuk sistem pendidikan sendiri. Orang yang ngakunya “terpelajar” dan “terdidik” pun tetap menyensor diri mereka sendiri. Bukannya double standard, namun single standard: yang berlaku dan signifikan adalah yang “kita.”

Dan memang saat ini kita hidup dalam totalitarian culture, tidak beda dengan hidup di negara komunis. Cuma alat sensornya beda, kalau di demokrasi-kapitalis, alat sensornya media dan propaganda; kalau komunis-Leninis, alat sensornya bedil. Chomsky:

American propaganda always works: by servility and cowardice and class interest. In other words, we have a relatively centralized media, and there are great advantages to subordinating yourself to external power, which in fact represents your interests anyhow. The mass media are basically big corporations, and they share the interests of other major corporations, which means the interests represented by the state. So it's not too surprising that they'd tend to support state power; what is interesting is the uniformity, the virtual lack of deviance.

Dalam totalitarian culture terdapat sebuah media pemberitaan yang tersentralisasi, yang menaklukkan manusia pada kekuatan eksternal, namun merepresentasikan kepentingan mereka. Karena media elit adalah biasanya sebuah korporasi besar yang merepresentasikan kepentingan-kepentingan korporasi-korporasi besar lain, yang juga berarti kepentingan-kepentingan yang direpresentasikan oleh negara. Jadi kita (dan media) cenderung mensupport kepentingan-kepentingan negara yang termanifestasi dalam kepasifan dan keseragaman, submissif, serta ketidak mampuan kita untuk berperspektif lebih luas dan bertanya, atau keluar dari perspektif kepentingan lingkaran setan tersebut. Bahkan jika fakta-fakta objektifnya ada didepan mata kita sendiri. Sejarak beberapa klik dari mouse komputer kita. Kata Chomsky dalam salah satu lecture nya: “The real world teaches very different lessons, and it takes willful and dedicated ignorance to fail to perceive them.” Butuh “dedicated ignorance” atau kebodohan yang berdedikasi untuk melewatkan fakta-fakta yang ada dalam “the real world” atau dalam realitas nyata. Bahkan Chomsky membayangkan jika ada seorang observer independen dari Mars, alias ada alien dari Mars yang mengawasi gerak-gerik kita, ia akan tertawa histeris sampai mati karena melihat fenomena ini, bagaimana bisa manusia dengan standar moral yang ngakunya sama, bisa melewatkan fakta yang menggunung di depan matanya. Bahkan peserta seminar filsafat di universitas-universitas terkemuka pun masih melewatkanya (menyensornya).

Tak bisa disangkal (tapi tetep boleh disangkal) kalau anda dan saya hidup dalam kultur totalitarianisme yang sangat canggih, lebih canggih dari komunisme yang bisanya cuma menggunakan bedil. Kita lebih maju (atau lebih goblok?) karena tidak dibedilpun sudah manut.

ÓHidayat, 2008.

Analisis dari: Chomsky’s Talk at UC Berkeley on U.S. foreign policy in Central America, May 14, 1984 and some other talks



[1] Disini bukan lagi ngomong masalah “Komunis v.s. Kapitalis” lagi. Kuno dan tidak relevan. Tapi kalau mau romantis-romantisan ya silakan, Bebas kok. Membiarkan orang lain bebas itu yang susah.

[2] Ingat, masa itu adalah fase akhir Perang Dingin. Masa dimana komunisme Soviet membusuk dari dalam dan akhirnya runtuh di tahun 1991. Saya membayangkan, bila saat itu, masa kepemimpinan Gorbachev (atau masih Kruschev ya?), yang sadar kalau ekonomi Soviet terpuruk dan diambang kehancuran masih berani nembak pesawat orang, gimana kalau Stalin masih hidup? Seluruh Korea bakalan disama ratakan dengan tanah kali ya…?)

[3] Kejadian ini mirip kejadian di WTC dan Pentagon 2001. Seharusnya pesawat-pesawat yang nabrak gedung tersebut segera dialihkan atau ditembak oleh pesawat-pesawat tempur Amerika 10 menit sebelum memasuki wilayah secure (aman) tersebut. Dan ternyata, pesawat-pesawat itu (United Airlines dan American Airlines) dibiarkan saja menabrak-nabrak. Wah kayaknya ini jadi bahan tulisan baru nih… Tunggu saja.

[4] Israel nembak kapal perang Amerika saja dibiarkan saja, Ketika masih hangat perang antara Mesir dan Israel saat itu. Amerika jelasa marah, tapi terlalu takut. Lobi Israel sangat kuat, sehingga setiap petinggi militer dan semua politikus Amerika (dan sabagian besar warga ameriak dan dunia) menyensor diri mereka sendiri jika berkaitan dengan masalah Israel.

[5] Kalau ini SANGAT MENGAGETKAN, saya belum pernah ingat, kalau delegasi Cina tidak datang ke KAA di Bandung karena tewas semua dibom CIA. Dalam pelajaran sejarah di sekolah saya kayaknya belum pernah mendapati ini (atau saya lupa?). Kaget boleh, tapi tidak harus.

Mengapa Politik dan Ilmu Sosial lainya Susah Dimengerti

oleh: Hidayat, 30 Oktober 2008

Semakin membaca Chomsky, semakin kaget saja saya (walaupun tidak harus). Dalam Language and Responsibility nya, Chomsky memaparkan peran para intelektual (termasuk mahasiswa) dalam me maintain atau menjaga “social order” dan “defending the interest of the elite” atau sebagai pendukung kepentingan (bukan kebijakan) para elit. Chomsky juga mengkritik anggapan bahwa social knowledge (politik internasional, sejarah, dll.) membutuhkan alat khusus(teori atau metodologi) untuk dapat dipahami orang. Konsekuensinya, poltik dan sejarah dll., dalam hal ini, susah dipahami orang, karena yang boleh paham adalah mereka yang paham teori dan metodologi untuk memahaminya.

Padahal menurut Chomsky, “everything in social and political affairs is right on the surface” alias seharusnya sangat mudah dipahami karena berhubungan dengan fakta yang dapat di indera. Tidak seperti ilmu-ilmu lain semacam linguistik, fisika dll, yang memang membutuhkan background, pemahaman, dan pengetahuan teknis lainya. Pertanyaanya sekarang, mengapa kalau ada seseorang ngomong soal politik, orang-orang susah memahami dan mudah melarikan diri? Jawabanya adalah karena “this social and political affair is maintained by intellectuals to look complicated and not understandable.” Jadi memang sengaja, dalam hal politik dan ilmu-ilmu lainya (sejarah, filsafat, dll), untuk membuat orang biasa menjadi bingung dan tidak paham masalah para intelektual (jangan ngaku bukan intelek!), karena mereka membuat apa yang diomongkan mereka menjadi tidak terjangkau bagi pemahaman orang biasa. Mucul juga media-media yang tidak bisa dipahami semua orang.

Lalu mengapa para intelek melakukan itu? Jawabanya adalah “for domination and personal privilege,” dominasi intelektual dan gengsi pribadi. Gak harus para intelek yang duduk di singgasana karir mereka masing-masing, kan kita saja sebagai mahasiswa menjadi keren kalau bisa ngomong ,tahu, melakukan macam-macam yang tidak semua orang paham. “It’s very natural for intellectuals to try to make simple things look difficult.” Sangat alami bagi para intelektual untuk membuat hal yang mudah kelihatan susah, kata Chomsky. Alami. Wow. Sangat alami untuk membuat hal yang sebenarnya mudah hanya dipahami oleh para intelek.

Orang biasa takut karena mereka ndeso, tidak sekolah, tidak sekeren mahasiswa, jadi tidak berhak untuk berbuat apa-apa. Diperlukan misteri-misteri, seperti misteri politik, misteri sejarah, misteri filsafat, misteri seni, misteri sastra, dan misteri lainnya; jika tidak, semua orang akan paham segala sesuatu. Kalau semua orang paham, gak ada yang keren dan nyeni jadinya. Maka muncul pembahasaan-pembahasaan khusus untuk hal-hal yang sebenarnya mudah. “[People] have to be subordinated so you make things look mysterious and complicated …. talking big words that nobody can understand.” Orang harus dipinggirkan sehingga menganggap apa yang kita bicarakan kelihatan misterius dan ruwet. Para intelektual mecoba membahas sesuatu, apa arti dibalik sesuatu itu, yang sebenarnya tidak ada apa-apa di dalamnya, dan sangat biasa saja.

Begitulah caranya para intekeltual untuk meminggirkan orang ndeso dari perdebatan publik dan analisis tentang fakta-fakta sosial politik (dan fakta sosial lainya). Dan standar ini berlaku baik untuk intelektual Kanan maupun Kiri. Kiri lebih gila lagi. Lebih eksklusif lagi ruang lingkupnya. Contoh: gerakan-gerakan Marxis atau anarkis yang teriak macam-macam tapi tidak ada orang yang paham. Lalu muncul kumpulan-kumpulan yang ngobrol segala sesuatu yang dibuat rumit (orong-orong salah satunya). Yang jika ada orang biasa masuk dalam lingkaran para intelek yang ngobrolin yang rumit-rumit itu, orang tersebut langsung keringat dingin karena gak paham dan inferior.

Bahkan dalam wacana post modern, kata Chomsky, ini menjadi lebih gila lagi, terutama di Paris. Wacana-wacana sederhana yang diangkat oleh post-modernis perancis diolah menjadi sesuatu yang keren (alias tidak dipahami semua orang) sehingga media di sana tertarik untuk mengkover dominasi intelektual mereka.

It makes people feel they’re not going to do anything because, unless I somehow understand the latest version of post-modern this and that, I can’t go out in the streets and organize people, because I’m not bright enough.

Karena saya tidak paham post-modern versi ini itu, jadi saya tidak bisa berbuat apa-apa, tidak bisa menganalisis apa-apa, tidak masuk dalam lingkaran yang pantas memahami segalanya, karena saya tidak cukup pandai (dan keren), gak tau teorinya[1]. Tidak bisa membantu orang, tidak bisa berpropaganda dll. Orang biasa tidak berguna.

Tentang politik, sebenarnya permasalahan politik sangat mudah dipahami siapa saja. Namun masalahnya ada dua. Satu, para intelek membuatnya jadi susah dipahami. Dua, para intelek tidak paham sama sekali karena kurang rumit. Contoh sederhana, analisis mengenai mengapa Brazil (atau kita) terbelit utang. Jawabanya bisa dijelaskan dengan bahasa yang sangat mudah, misalnya karena duitnya ditanam di New York agar bisa berlipat ganda dsb. Anak kecil juga paham. Dan masalah-nasalah politik lainya juga mudah dipahami. “[Y]ou don’t have to talk about them in post-modern rhetoric.” Gak perlu dirumit-rumitkan seperti wacana post-modern (yang ujung-ujungnya menyangkut isu politik juga).

You can talk about them [political affairs] in very simple words because they’re very simple points and people easily understand. The only people who don’t understand them are intellectuals. … If they understand them, then their own powers are lost. So they’re not going to understand them, they’re going to cloud them in mysteries.

Masalah politik bisa dijelaskan dengan bahasa yang simple sehingga semua orang bisa paham karena poin dalam masalah politik sebenarnya mudah dipahami (tidak butuh analisis Kompas atau Tempo dan media elit lainya). Yang tidak bisa paham adalah justru mereka para intelektual, karena jika mereka paham, mereka akan kehilangan dominasinya. Karena segala sesuatu harus rumit dan membingungkan. Lalu muncullah misteri-misteri yang rumit dan membingungkan yang tidak untuk dipahami semua orang.

Chomsky, mewakili orang biasa dalam menghadapi wacana sosial politik, menantang:

Well, if there is some theory or set of principles or doctrines that are too complicated to understand and you have to really study them, then show me something that can’t be said in simple words.

Jika memang harus belajar sungguh sungguh, dan harus tau teori macam-macam untuk memahami segala sesuatu, coba tunjukkan segala sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan bahasa yang mudah.

Dan memang para intelek tersebut tidak bisa menggunakan bahasa yang mudah karena mereka harus berrumit-rumitan. Jadi mereka bisa membuktikan apa yang tidak bisa dipahami dengan bahasa orang biasa (kejebak). Chomsky berkata pada orang biasa, coba tanya seseorang intelektual untuk menjelaskan essay terbarunya Derrida sehingga kamu dapat memahaminya. Mereka tidak akan mampu menjelaskanya karena terlalu keren dan tinggi kecerdasan para intelek tersebut. Mereka bahkan tidak bisa ngomong dengan bahasa orang biasa (kalau Megawati tidak bisa ngomong bahasa orang pintar). Jadi Chomsky menjebak, coba buktikan segala sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dalam bahasa biasa. Eh ternyata memang terbukti, contohnya tentang Derrida (dkk.) tadi.

Lalu apa kesimpulanya? Chomsky:

And I think you must ask yourself very carefully what great leap in evolution has taken place that enables people to have these fantastic insights that they can’t convey to ordinary people about topics that no one understands very much about. One should be very skeptical about that, that’s another technique by which intellectuals dominate people.

Apa memang terjadi lompatan besar dalam evolusi sehingga ada intelektual-intelektual dengan ide-ide fantastiknya yang tidak bisa dipahami orang biasa. Inilah salah satu teknik dominasi para intelektual (orang pandai) atas orang biasa: buat hal-hal sederhana sehingga kelihatan rumit. Setelah kelihatan rumit, besar-besarkan.

Meja itu memang berwarna coklat atau cuma pikiran saya saja ya…?

-Hidayat- 30 Oktober 08

Sumber utama: interview “Anarchism, Intellectuals and the State” dalam Chomsky on Anarchism hal. 212-220

Sengaja banyak pake bahasa inggris, bukan karena inggris itu elit, tapi karena memang target pembacanya para intelek yang bisa baca bahasa inggris.

Bahasa indonesia yang tidak manut EYD nya juga mewakili.


[1] Saya curiga, inilah mengapa Chomsky selalu menolak untuk membuat teori-teori dalam analisis politiknya. Milih jadi orang biasa. Gobloknya saya, saya malah dulu malah bingung membaca analisis Chomsky yang bahasanya sangat mudah dicerna.