Thursday, November 20, 2008

Bom-boman pesawat dan “Kejahatan terburuk dalam sejarah manusia” dan peran media

Hidayat, 23 Oktober 2008

(secuil untuk karya besar)

Ternyata Wikiquote ada gunanya juga, setelah lama saya underestimate. Semakin membaca Chomsky, semakin gak habis-habis kagetnya. Ada saja yang baru. Termasuk cerita berikut ini. Sedikit ngomong sejarah boleh lah.

1 September 1983, Uni Soviet menembak jatuh pesawat komersial Korea Selatan, KAL 007, dan menewaskan 269 jiwa. Histeria terjadi dimana-mana, terutama di Amerika. Kejahatan luar biasa (dan memang benar). Bayangkan anda naik pesawat, tau-tau ditembak jatuh. Gila. Media berkata: “Russia adalah penjahat terburuk sepanjang sejarah manusia”, “Barbar”, “Monster”. Anggap saja ini benar. Penembak pesawat penumpang apa bukan monster?

Amerika tentu saja “tidak terima.” Ia merespon dengan membombardir Nikaragua dan meningkatkan sistem pertahanannya. Wall Street juga heboh, karena belum pernah ada dalam sejarah, harga saham perusahaan pertahanan menjadi sangat mahal. Singkatnya, terjadi euphoria sebagai respon atas tindakan Soviet yang gila itu. Media berperan penting dalam hal ini.

Sebagaimana yang diperkirakan Chomsky, media selalu saja pintar dalam menggiring massa yang bodoh ke sudut pandang tertentu (yang merasa dan ngaku pintar pun tetep saja bodoh). Selalu ada hal-hal dan fakta objektif yang disembunyikan (saya sekarang tidak takut mengatakan objektifitas. Silakan gak terima). Tak terkecuali mengenai kasus ditembaknya pesawat Korea oleh Soviet[1]. Pertanyaan-pertanyaan lama-lama muncul ke permukaan. Tidak sedikit orang-orang yang curiga dan berntaya kalau ada yang salah. Dan setelah pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, isu ini sudah hilang dengan sendirinya, tak ada euphoria lagi, karena semua orang sudah tahu apa latar belakangnya. Lalu apa latar belakangnya?

Pertanyaan yang muncul saat itu adalah, ngapain pesawat komersial Korea terbang di area sensitive kawasan udara Russia[2]. Jawaban singkatnya tentu saja tidak mungkin ada pesawat komersial berani nyasar sampai wilayah udara Rusia. Kenapa pesawat jet Amerika yang dipasang di sekitar wilayah tersebut tidak memberi sinyal pada pesawat Korea itu untuk menjauh, sekiranya pesawat komersial itu memang kesasar? Jawabanya, memang pesawat-pesawat tempur Amerika tidak memberikan sinyal[3]. Jadi apakah pesawat KAL 007 tersebut “dibiarkan” lewat daerah terlarang? Sulit membayangkan kecanggihan teknologi navigasi barat bisa error sefatal itu. Kemungkinan besar memang dibelokkan arahnya, bukan dengan sendirinya nyasar. Jadi setelah semua orang tahu kalau motif ditembak jatuhnya pesawat Korea itu adalah bukan semata-mata kesalahan navigasi (alias memang sengaja agar ditembak), isu ini redam dan hilang dalam wacana publik Amerika.

Nah sekarang beralih ke isu-isu serupa yang sebenarnya sangat penting, tapi di-luputkan oleh media. Sekarang kita lihat beberapa bom-boman pesawat lainya yang tak jadi hysteria namun lenyap dan normal-normal saja, berapapun korbannya. Contoh pertama adalah ditembak jatuhnya pesawat jet komersial sipil Angola oleh UNITA, organisasi paramiliter di Angola yang disupport oleh Amerika dan Afrika Selatan, sekitar bulan-bulan akhir tahun 1983. Pemboman itu menewaskan 126 warga sipil. Kejadian itu hanya mendapat 100 kata di harian New York Times. Lalu beberapa waktu kemudian (Februari 1984), UNITA kembali menembak jatuh jet sipil. Tak ada yang sempat menghitung korbannya, dan sama sekali tak masuk media Amerika (media utama panutan media-media lainya di dunia, dan di Indonesia). Tapi karena Amerika adalah supporter UNITA, jadi ya itu biasa-biasa saja, tidak ada yang kaget, solider, histeris dan sebagainya. Kesampingkan karena korbanya berkulit hitam.

Contoh lagi, Oktober 1976, dan ini isu yang penting dan sempat mengemuka di belahan bumi non-barat, adalah dibomnya (bukan ditembak) pesawat komersial Cubana Airlines milik Cuba yang menewaskan 79 orang, termasuk seorang atlet Cuba peraih medali emas kejuaraan anggar Olimpiade. Si pengebom yang menempatkan bom di pesawat itu adalah agen CIA, yang setelah kejadian itu masih terus bertugas di CIA, ngebom lain-lainya (namanya saya lupa, tapi dia jadi terkenal). Dan ini juga ditoleransi. Biasa-biasa saja. Tidak ada yang heran. Namun masih menjadi permasalahan bagi Cuba sampai saat ini (2008).

Contoh lagi ke belakang, Februari 1973, Israel menembak jatuh pesawat jet komersial (kayaknya milik Mesir) cuma dua menit setelah meninggalkan Kairo, dan menewaskan 110 orang. Pesawat itu ditembak jatuh Israel di gurun Sinai saat terjadi badai gurun. Apalagi kasus ini, jelas tidak dipermasalahkan, apalagi histeris; dan lenyap begitu saja, seperti tidak ada apa-apa. “No confusion, no ambiguity” kata Chomsky. Israel gitu loh, gak usah dikasih alasan panjang lebar pasti sudah tahu sendiri. Sekutu utama[4]. Kata New York Times, Israel mengaku bertanggung jawab dan membayar kompensasi. Standar ini berlaku di seluruh media di dunia. Namun apa yang sebenarnya terjadi? Israel tidak bertanggung jawab, apalagi mbayar kompensasi. Israel hanya setuju memberikan ex-gratia compensation, semacam bantuan kemanusiaan yang sangat murah, dan itupun yang mbayar Amerika. Israel menolak membayar kompensasi karena berimplikasi pada pertanggung jawaban. Gengsi dong. Udah nembak pesawat orang kok tanggung jawab! Media malah berkata, kurang lebih, “Tidak ada gunanya lagi sekarang untuk saling menyalahkan [Israel].”

Agak ke belakang lagi, tahun 1955, Air India yang membawa delegasi Cina untuk Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dibom, banyak orang meninggal. Di dalamnya termasuk menewaskan semua delegasi Cina yang akan berangkat ke KAA di Bandung tersebut. Dan siapa yang membom pesawat komersial itu? Tak lain adalah seorang agen CIA yang di kemudian hari mengaku. Tujuan pemboman itu adalah untuk membunuh pemimpin Cina, Zhou Enlai (Chou Enlai) yang seharusnya berada dalam pesawat itu bersama delegasi Cina lainya, namun karena sesuatu hal, ia tidak jadi ikut naik bersama dalam rombongan Cina yang akhirnya tewas semua bersama penumpang sipil lainya itu (entah siapa yang rela menghitung korban-korban semacam itu)[5].

Lalu jika kita tarik benang merah dari cerita diatas, “kejahatan terburuk sepanjang sejarah manusia” lalu milik siapa? Amerika, Israel atau Russia atau yang lain? Ya milik mereka semua. Gak usah dibandingkan, toh faktanya ada di depan mata (terutama kalau mata kita sering berada di depan internet), kalau mereka semua lah yang pantas disebut barbar, tidak pilih kasih.

Nah contoh-contoh lain silakan dicari sendiri. Yang terpenting disini adalah peran media yang tidak cawe-cawe masalah ini semua, artinya, masalah yang menyangkut kebijakan Amerika. Kalau diulas, biasanya faktanya dibelokkan atau di falsifikasi, seperti dalam kasus Israel. Chomsky hanya menemukan satu media di Amerika yang mengulas secara adil (saya sekarang tidak takut bicara “adil” “objektif” dll. Silakan tidak terima) tentang kasus Israel tersebut, yaitu LA Times. Yang lain, gak masuk meja redaksi sama sekali, atau paling banter “Tidak ada gunanya lagi sekarang untuk saling menyalahkan.”

Dan disini, kata Chomsky (sebagaimana ia ulas dalam banyak sekali karyanya, yang tidak digubris orang) adalah betapa pentingnya peran media dan betapa berhasilnya propaganda media. Butuh suatu kultur totalitarian dalam masyarakat untuk membiarkan fakta-fakta objektif tentang kejahatan-kejahatan Amerika dan Israel terlewatkan begitu saja, kata Chomsky.

Sungguh suatu pencapaian propaganda yang sangat luar biasa sehingga setiap orang mampu menyensor dirinya sendiri untuk tidak menggubris fakta-fakta objektif kejahatan Amerika dan Israel yang ada di depan mata mereka sendiri. Bahkan sekali klik di Google bakal muncul jutaan entry. Tapi terlewat begitu saja dari pemahaman dan pemikiran. Kata Chomsky, ini benar-benar pencapaian sukses media dan propaganda, yang belum pernah ada dalam sejarah manusia: bagaimana bisa sehingga setiap orang mampu menyensor dirinya sendiri. Dengan kata lain, untuk tidak bertanya tentang isu-isu tersebut, tidak mempelajari, tidak mau menengok, takut dsb (bahkan, jika mau melihat fakta tersebut, saking mudahnya dan didepan mata kita, seorang berumur 11 tahun pun bisa menjelaskanya dalam dua menit, dan dalam waktu yang sama, anak kecil tersebut meruntuhkan sistem itu). Hebat. Dan ini berlaku di dalam segala sistem, termasuk sistem pendidikan sendiri. Orang yang ngakunya “terpelajar” dan “terdidik” pun tetap menyensor diri mereka sendiri. Bukannya double standard, namun single standard: yang berlaku dan signifikan adalah yang “kita.”

Dan memang saat ini kita hidup dalam totalitarian culture, tidak beda dengan hidup di negara komunis. Cuma alat sensornya beda, kalau di demokrasi-kapitalis, alat sensornya media dan propaganda; kalau komunis-Leninis, alat sensornya bedil. Chomsky:

American propaganda always works: by servility and cowardice and class interest. In other words, we have a relatively centralized media, and there are great advantages to subordinating yourself to external power, which in fact represents your interests anyhow. The mass media are basically big corporations, and they share the interests of other major corporations, which means the interests represented by the state. So it's not too surprising that they'd tend to support state power; what is interesting is the uniformity, the virtual lack of deviance.

Dalam totalitarian culture terdapat sebuah media pemberitaan yang tersentralisasi, yang menaklukkan manusia pada kekuatan eksternal, namun merepresentasikan kepentingan mereka. Karena media elit adalah biasanya sebuah korporasi besar yang merepresentasikan kepentingan-kepentingan korporasi-korporasi besar lain, yang juga berarti kepentingan-kepentingan yang direpresentasikan oleh negara. Jadi kita (dan media) cenderung mensupport kepentingan-kepentingan negara yang termanifestasi dalam kepasifan dan keseragaman, submissif, serta ketidak mampuan kita untuk berperspektif lebih luas dan bertanya, atau keluar dari perspektif kepentingan lingkaran setan tersebut. Bahkan jika fakta-fakta objektifnya ada didepan mata kita sendiri. Sejarak beberapa klik dari mouse komputer kita. Kata Chomsky dalam salah satu lecture nya: “The real world teaches very different lessons, and it takes willful and dedicated ignorance to fail to perceive them.” Butuh “dedicated ignorance” atau kebodohan yang berdedikasi untuk melewatkan fakta-fakta yang ada dalam “the real world” atau dalam realitas nyata. Bahkan Chomsky membayangkan jika ada seorang observer independen dari Mars, alias ada alien dari Mars yang mengawasi gerak-gerik kita, ia akan tertawa histeris sampai mati karena melihat fenomena ini, bagaimana bisa manusia dengan standar moral yang ngakunya sama, bisa melewatkan fakta yang menggunung di depan matanya. Bahkan peserta seminar filsafat di universitas-universitas terkemuka pun masih melewatkanya (menyensornya).

Tak bisa disangkal (tapi tetep boleh disangkal) kalau anda dan saya hidup dalam kultur totalitarianisme yang sangat canggih, lebih canggih dari komunisme yang bisanya cuma menggunakan bedil. Kita lebih maju (atau lebih goblok?) karena tidak dibedilpun sudah manut.

ÓHidayat, 2008.

Analisis dari: Chomsky’s Talk at UC Berkeley on U.S. foreign policy in Central America, May 14, 1984 and some other talks



[1] Disini bukan lagi ngomong masalah “Komunis v.s. Kapitalis” lagi. Kuno dan tidak relevan. Tapi kalau mau romantis-romantisan ya silakan, Bebas kok. Membiarkan orang lain bebas itu yang susah.

[2] Ingat, masa itu adalah fase akhir Perang Dingin. Masa dimana komunisme Soviet membusuk dari dalam dan akhirnya runtuh di tahun 1991. Saya membayangkan, bila saat itu, masa kepemimpinan Gorbachev (atau masih Kruschev ya?), yang sadar kalau ekonomi Soviet terpuruk dan diambang kehancuran masih berani nembak pesawat orang, gimana kalau Stalin masih hidup? Seluruh Korea bakalan disama ratakan dengan tanah kali ya…?)

[3] Kejadian ini mirip kejadian di WTC dan Pentagon 2001. Seharusnya pesawat-pesawat yang nabrak gedung tersebut segera dialihkan atau ditembak oleh pesawat-pesawat tempur Amerika 10 menit sebelum memasuki wilayah secure (aman) tersebut. Dan ternyata, pesawat-pesawat itu (United Airlines dan American Airlines) dibiarkan saja menabrak-nabrak. Wah kayaknya ini jadi bahan tulisan baru nih… Tunggu saja.

[4] Israel nembak kapal perang Amerika saja dibiarkan saja, Ketika masih hangat perang antara Mesir dan Israel saat itu. Amerika jelasa marah, tapi terlalu takut. Lobi Israel sangat kuat, sehingga setiap petinggi militer dan semua politikus Amerika (dan sabagian besar warga ameriak dan dunia) menyensor diri mereka sendiri jika berkaitan dengan masalah Israel.

[5] Kalau ini SANGAT MENGAGETKAN, saya belum pernah ingat, kalau delegasi Cina tidak datang ke KAA di Bandung karena tewas semua dibom CIA. Dalam pelajaran sejarah di sekolah saya kayaknya belum pernah mendapati ini (atau saya lupa?). Kaget boleh, tapi tidak harus.

No comments: