Monday, September 27, 2010

“Masalahnya Kita Tidak Mau Mengakui Kalau Terorisme Kita Adalah Terorisme (2)”

20 Juli 2009 dan 23 September 2010

“Mengapa mereka membenci kita?” tanya George W. Bush dalam salah satu pidatonya menanggapi aksi terorisme 11 September 2001.

Sebenarnya pertanyaan itu sangat mudah dijawab. Jika para teroris yang kita bicarakan adalah kaum Muslim fundamentalis (karena ada teroris jenis lain. Bush juga menyebut kaum Katholik revolusioner Amerika Latin sebagai “ekstrimis Katholik,” sepadan dengan ekstrimis Islam, cuma mereka tidak asik diberitakan), tidak serta merta mereka akan benci begitu saja dengan kita, kemudian main bom sana sini, main tembak sana-sini. Kalau mereka teroris sejati, yang kerjaannya bunuh orang, ngapain mereka tidak membom pasar atau taman kanak-kanak, atau kebun binatang (kata Chomsky), yang jelas-jelas tanpa pengamanan yang berarti? Kan korbannya akan lebih banyak. Tapi mengapa mereka memilih menyerang JW Marriot atau polsek?

Yang salah kaprah adalah menilai terorisme berakar dari kejadian 11 September 2001. Padahal akarnya tunggang langgang sampai kemana-mana. Dan semua juga tahu kalau penyebabnya adalah: Amerika dan Israel masih saja menjajah Palestina, membunuh jutaan kaum Muslim di Irak, Afghanistan, mengusir mereka, mempermalukan harkat mereka sebagai manusia (coba bayangkan, tidak ada yang sudi menghitung korban sipil di Afghanistan, misalnya. Jumlahnya simpang siur. Amerika bilang 40 ribu, Information Clearing House bilang 5 juta. Padahal mereka kan juga manusia, bukan bebek).

Dan target para teroris juga tidak sembarangan, minimal yang oleh mereka dinilai sebagai salah satu institusi milik pemerintah yang dianggap rukun dengan yang Barat dan jahat itu tadi.

Lalu apa sebabnya terorisme selalu terjadi? Menurut Chomsky, “Masalahnya ada pada ketidak mauan kita untuk mengakui kalau terorisme kita adalah terorisme.” Yang dimaksud “terorisme kita” tentu terorisme Amerika dan Israel sebagai simbol Barat. Jadi pembantaian jutaan warga Irak, Afghanistan, pembantaian Gaza, Lebanon, Sudan dll tadi adalah bukan terorisme, tapi namanya “promosi demokrasi.” Kalau si Amerika dan Israel yang membunuh, ada 1001 macam alasan yang dijadikan pembenaran di PBB, tapi kalau si teroris yang membunuh, semua orang akan balapan mengecam.

Lalu mengapa pola pikir kita bisa jungkir balik tidak karuan seperti itu? Menurut Chomsky, dibutuhkan alat indoktrinasi dan cuci otak yang sangat canggih (namanya Media, Propaganda, dan Demokrasi), sehingga orang bisa menyensor dirinya sendiri. Maksud menyensor diri sendiri adalah, kita akan cenderung diam, dan kedengaran biasa saja ketika semua kejahatan dilakukan oleh Amerika dkk. Lalu kapan kita akan sadar? Ya nanti kalau salah satu keluarga kita sudah mati dibom Amerika atau Israel.

Lalu apa bedanya teroris dan para “promotor demokrasi”? Jawabannya juga mudah.

Kalau para teroris adalah orang-orang gunung yang tinggal di gua, yang berewokan tidak karuan, tidak pernah mandi, yang tahunya cuma teriak “Allahu akbar”, yang latihan perang pakai bambu runcing, atau AK-57, dan yang latihan menembak dengan target foto SBY. Yang buat bom rumahan yang isinya paku. Yang hobinya ngebom gedung-gedung atau orang-orang yang dianggap dekat dengan Amerika. Jumlah mereka relatif kecil dan dibenci semua pihak. Termasuk saya juga benci.

Nah, lalu seperti apa para promotor demokrasi yang baik itu? Yaitu mereka yang memiliki tank-tank, pesawat F-16 sampai F-22, Sukhoi dan yang memiliki senjata-senjata yang super canggih. Punya kapal induk, kapal selam dll. Punya nuklir. Punya industri senjata. Yang latihan menembak dengan target manusia-manusia beneran di Irak dan Palestina. Kadang-kadang targetnya anak-anak atau mbah-mbah. Orang semua itu. Yang punya kaki tangan yang namanya kaum intelektual.

Sama juga dulu jaman Julius Caesar. Julius kewalahan memburu para bajak laut yang juga disebut teroris. Tapi si bajak laut malah bilang, “Kalau penjahat kecil-kecilan seperti kami namanya bajak laut, kalau penjahat besar seperti Tuan namanya imperialis.”

Tapi ada satu persamaan mendasar diantara keduanya: sama-sama maniak gila. Dan saya bukan pendukung para teroris gila itu. Saya netral, senetral embun pagi dan makhluk luar angkasa.

Dan secara esensial, keduanya juga teroris. Satunya bernama “organisasi teroris,” satunya lagi bernama “negara teroris” (Kata Chomsky). Tapi yang satu tidak punya media, tidak punya DPR, dan Konstitusi sebagai pembenaran, yang satunya punya, sebagai alat propaganda dan pembentuk opini publik. Itu saja.

Nah, bagaimana kita bisa menghapuskan terorisme? Seperti menghapuskan jamur, harus dicabut sampai akarnya: penyelesaian konflik Israel-Palestina sesegera mungkin. Itulah mengapa konflik ini jadi sangat penting. Dan banyak aktivis internasional, dari Irlandia sampai Venezuela, mulai berusaha memberikan penyadaran akan gentingnya masalah ini bila dibiarkan berlarut-larut.

Tapi celakanya, Israel dan Amerika tidak sudi untuk berdamai, dan para teroris terlanjur patah hati. Ya biar Tuhan saja yang mendamaikannya. Dan saya yakin sebentar lagi pasti damai.
(anarchism)

No comments: