Monday, September 27, 2010

Chomsky dan Argumen Israel Lobby

Muhamad Hidayat

26 September 2010

Walaupun Chomsky telah menjadi salah satu rujukan penting bagi saya dalam memahami dunia kasat mata, ada dua pendapat dia yang membuat saya bingung, karena dua-duanya aneh, dan bahkan kurang “populer” di kalangan para intelektual progresif. Pertama tentang pandangan dia terhadap aksi terorisme 11 September 2001, yang terkesan pragmatis dan banyak merujuk pada laporan resmi pemerintah AS. Kedua, tentang pandangan dia tentang Israel Lobby, sebuah gagasan yang dipopulerkan oleh Prof. John Meirsheimer dan Stephen M. Walt di tahun 2007, lewat bukunya yang sangat populer, Israel Lobby and the US Foreign Policy. Sekarang kita ngomong yang ke dua dulu.

Lewat buku Israel Lobby, Meirsheimer dan Walt berpendapat bahwa hampir seluruh kebijakan luar negeri Amerika yang menyangkut perang Irak, perang Afghanistan dan terutama konflik Israel-Palestina, serta kebijakan strategis lainnya di Timur Tengah adalah produk dari lobi yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pro-Israel di Washington. Dalam pandangan ini, kebijakan luar negeri Amerika yang menyangkut Timur Tengah telah dibajak oleh organisasi-organisasi Lobi Israel yang menguasai Konggres, untuk memenuhi kepentingan Israel sendiri. Singkatnya, Israel dalam pandangan ini lebih merupakan beban bagi Amerika karena Amerika sedang tidak menjalankan perang untuk dirinya sendiri. Lewat organisasi lobi yang sangat kuat inilah Israel mendapat bantuan 3 miliar dolar per tahun dari Amerika serta dukungan tanpa syarat atas semua kelakuan Israel. Argumen ini sekarang sangat populer di kalangan media independent dan alternatif.

Chomsky, sebaliknya, menganggap remeh argumen Lobi Israel ini. Bukan berarti menyalahkannya, karena memang benar terdapat lobi-lobi Israel yang sangat kuat yang memiliki dana besar untuk mempengaruhi hasil pemilihan presiden dan anggota Konggres. Lobi-lobi ini juga menguasai berbagai media utama di Amerika sehingga mempengaruhi pemberitaan mereka agar selalu bernuansa pro-Israel[1]. Namun, menurut Chomsky, argumen Lobi Israel ini tidak cukup untuk menjelaskan level bantuan moral, material (militer) dan diplomatik Amerika terhadap Israel. Singkatnya lobi-lobi Israel di Pentagon cuma bagian kecil saja dari jalinan yang lebih kompleks dan historis antara Amerika dan Israel.

Lewat buku Fateful Triangle[2], yang oleh Edward Said dalam kata pengantarnya disebut sebagai karya “paling ambisius dalam memahami konflik antara Zionisme dan Palestina yang melibatkan Amerika,” Chomsky memaparkan fakta-fakta akademis yang merujuk pada argumen bahwa perselingkuhan incest antara Amerika-Israel bukan semata-mata ulah Lobi Israel, namun telah tumbuh lama dan berkembang dalam budaya populer-liberal Amerika yang dimulai sejak pra-Perang Dingin, bukan semata-mata oleh alasan ideologis yang terutama diusung oleh kalangan konservatif Zionis di Amerika. Jadi, menurut Chomsky, sentimen pro-Israel telah mendarah daging dalam budaya akademis Amerika, tidak hanya dalam kalangan kanan, tapi bahkan kalangan kiri yang paling liberal pun banyak yang pro-Israel.

Kalau Meirsheimer dan Walt berpendapat bahwa Israel lebih menjadi “beban strategis” Amerika di Timur Tengah, karena Israel merusak hubungan Amerika dengan Dunia Islam, Chomsky berpendapat bahwa Israel memang diperlukan bagi Amerika, terutama untuk menjadi “polisi” di Timur Tengah agar segala ancaman terhadap dominasi minyak Amerika tidak terancam, dan untuk menjaga agar negara Timur Tengah dan sekitarnya tidak keracunan nasionalisme sekuler-independen. Tidak seperti buku Israel Lobby, buku Fateful Triangle kaya dan padat akan catatan-catatan sejarah sejak Perang Dunia untuk mendukung argument yang dikemukakan.

Israel menjadi penting bagi Amerika untuk menjaga kekayaan Arab agar tidak jatuh ke tangan Eropa dan Jepang. Nah di sinilah letak kecerdasan argumen Chomsky. Dalam literatur umum banyak dikemukakan bahwa intervensi Amerika ke Timur Tengah, termasuk akhirnya mensuport Israel, adalah untuk menjauhkan Uni Soviet dari Timur Tengah. Propaganda ini disebarkan oleh Amerika untuk mendapatkan dukungan publik pada masa Perang Dingin. Namun sebaliknya, ancaman utama yang dihadapi Amerika di Timur Tengah datang dari Eropa dan Jepang, bukan Uni Soviet. Amerika takut kalau Inggris, yang baru saja kehilangan titel negara adi daya, Perancis dan Jepang menguasai perdagangan minyak Arab dan akhirnya lari dari cengkeraman dan ketergantungan terhadap Amerika. Bukan minyaknya yang penting, tapi akses terhadap minyak dan distribusinya yang menentukan monopoli Amerika. Sedangkan Uni Soviet memang tidak terlalu tertarik dengan Timur Tengah. Walau sempat memiliki “sekutu” di Mesir lewat presiden Nasser dan di Siria, Uni Soviet belakangan terbukti tidak peduli dengan mereka. Bahkan saat perang Israel melawan Mesir, Sirian dan Yordania tahun 1967, ketiga negara Arab itu dibiarkan dihancurkan oleh Israel[3].

Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang pro-Barat saat itu, sehingga ia menjadi penting dalam lingkup kepentingan geo-strategis Amerika di sana, karena ketakutan utama Amerika adalah nasionalisme independen negara-negara minyak (yang saat ini ditunjukkan oleh Iran dan Venezuela). Israel akhirnya juga banyak membantu Amerika dalam mensterilkan Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin dari nasionalisme. Israel menjadi penting karena ia memberikan banyak bantuan militer, pelatihan dan teknis kepada diktator-diktator di kawasan-kawasan itu. Sebut saja Idi Amin dari Uganda, Haile Selassie dari Ethiopia, Mobutu Sese Seko dari Zaire, dan hampir seluruh diktator di Afrika dan Amerika Latin saat itu[4]. Ini juga yang kemungkinan menjadi dasar gerakan solidaritas Palestina di berbagai negara Amerika Latin, setelah diktator-diktator mereka tumbang.

Argumen Chomsky inilah yang menjadi sebab bahwa ia lebih melihat berbagai perang dan konflik di Timur Tengah secara pragmatis dan realistis, bukan berakar pada peperangan ideologis Zionisme dan kelompok konservatif Kristen Amerika melawan Islam, walaupun argument ideologis tersebut juga memaparkan berbagai fakta-fakta pendukung juga. Nah di sinilah dilemma terjadi, karena kedua argumen hampir sama kuat. Namun, yang ditakutkan semua kalangan dari berbagai konflik di Timur Tengah sampai saat ini tetap sama: terorisme yang merajalela dan perang nuklir.

------------

[1] Di antara media-media utama tersebut adalah New York Times, Fox News dll.

[2] Buku setebal 578 halaman ini (Updated Edition 1999), seperti halnya banyak buku Chomsky lainnya memberikan banyak sekali catatan kaki dan referensi yang komprehensif.

[3] Kemenangan strategis atas Eropa dan Jepang inilah yang menjadi penanda bahwa Amerika akan menjadi negara adi kuasa yang baru.

[4] Dalam kesempatan lain, Chomsky juga menyebutkan kalau Israel juga berperan dalam membantu Suharto menginvasi Timor Timur tahun 1975 dengan membantu helicopter dan peralatan perang yang langsung dikirim oleh Israel.

4 comments:

Anonymous said...

aku suka konsep blog ini,, jadi bisa dibuka setiap pagi dan dibaca sambil sarapan kue serabi dan teh poci..
hmmm :D

but i wanna ask you something,
why harus kesasar di Hollywood? bukan Bollywood? bukan KBC? bukan Multivision Plus??
*heheh...kau tau gak yaa dua 'nama' yg kusebut belakangan (itu picisan,,kesukaan ibu2 rumah tangga)*

Muhamad Kebo Hidayat said...

hi Rina, terima kasih telah sudi mampir...boleh dong bagi-bagi kue serabinya. Kalau tehnya, aku penggemar Teh Gopek hehe...

Kenapa Hollywood dan bukan Bollywood dll itu (KBC aku gak tahu, apaan tuh?)? Sebenarnya sama saja.

Hollywood di sini cuma sebuah kiasan yang mewakili budaya Barat secara keseluruhan. Betapa banyak dari kalangan masyarakat kita, terutama muda-mudi, sudah terasing dari budayanya sendiri-sendiri. Sudah lupa dengan sejarah mereka sendiri. Hollywood disini mewakili seluruh cara pandang, gaya hidup, metode berfikir, pendekatan sejarah yang serba bukan kita. Atau boleh disebut serba Barat. Itulah mengapa saya sebut Tersesat di Hollywood.

Singkatnya kita ini telah "diBaratkan" oleh media, dunia pendidikan, dan secara umum, oleh konsep demokrasi yang diaplikasikan di negeri kita.

Anonymous said...

hahaha....iya,,iya...aku paham koq.
Hollywood demam Lady Gaga, seluruh dunia ikut2an demam Lady Gaga. mereka demam Justin Bieber,, orang-orang dikampungku juga ikut2an.
sekolah pun kena imbas kebarat-baratan
(kalo yg bagus2 yg ditirunya sih gak apa2, kalo yg ngaco...kan malah buang2 duit gak jelas.)

lama-lama,,anak2 di Indonesia (bukan hanya di negara kita sih) akn kehilangan jati dirinya!

semoga kita gak termasuk yaa..
kalau mau ambil, ya yg baik2nya saja.

Btw,,aku bawa teh Gopek loh waktu ke US. sampai diketawain anak2,, katanya 'lucu'!
kalau mau kue serabi, gampang. nanti tak bikinkan serabi khas sunda, dijamin lebih enak.

Muhamad Kebo Hidayat said...

iya, kalau yang bagus sih baik untuk di tiru. Cuma milih yang bagus sm yang buruk itu yang susah, hahahha.

Ya, semoga kita segera tersadarkan dari mimpi ini, kalau kita tidak mau disiram air sama Tuhan, alias dipaksa bangun. Kuncinya, mau berubah apa mau dirubah.

Km bawa teh gopek ke US? Hahaha...wow!!! Keren itu. Dulu aku jg bawa Sari Wangi, aku bagi ke teman2 di sana.

Serabi Sunda? Asiiiik... Blm prnah nyoba. Janji lho...